Selembar
Kisah Dari Datu Sir
Disore
itu mentari benar-benar menunjukan ketampanannya, menghangatkan bumi,
mencerahkan langit membakar semangat, walau pun usia tak lagi muda
dan raga tak lagi sekuat dulu, namun hidup harus terus berjalan
mengingatkan kita pada lelaki hebat yang bernama M. YAKUP atau akrab
disapa dengan Datu Sir yang lahir pada tahun Wallahu A'lam Bissawab.
![]() |
Awan Sir (M.Yakup Aman Sir) |
Langkah
kaki yang tertatih nafas yang sedikit tersendat suaranya yang serak
basah terdengar dari lantunan Adzan Datu Sir dikala menjelang waktu
sholat. Dalam kesendirianya lelaki tua itu duduk sembari mengenang
kehidupannya di saat muda, bercerita dalam kenangan, berusaha melawan
lupa, betapa sedihnya dahulu ketika hidup di zaman penjajahan
penduduk jepang, bersama sahabat yang telah mendahuluinya, mereka
bekerja dengan sekuat tenaga, letih bukanlah hal yang baru bagi
mereka, akan tetapi sistem rodi yang diterapkan jepang pada penduduk
pribumi memaksa mereka bekerja dalam keletihan dan kepedihan tiada
tara.
Walaupun
kehidupan di usia senjanya yang tak lagi sehangat mentari pagi,
lelaki yang berusia se-abad itu tetap tersenyum menawan membawa kisah
ketika terjadinya agresi I dan II yang dilakukan militer Belanda,
bertahan hidup untuk mencari suatu arti kemerdekaan, atau gugur dalam
buaian Ibu Pertiwi.
Sawah
yang menghijau dikala turunya hujan dan padi yang sedikit menguning
bergerak melambai seiring dengan terpaan angin yang berhembus
sepoi-sepoi mengingatkan Datu Sir pada seorang sahabat, istri, sanak
dan saudara yang telah tiada, tiada lagi sahabat yang dulu hidup
bersama, bercanda ria dan berjuang bersama, tiada lagi istri yang
dulu menjadi tumpuan hati. Ya, kini semuanya telah tiada lagi, mereka
telah pergi menemui Sang Ilahi. Tinggal lah seorang Datu Sir yang
berjalan membawa sejarah dalam relung-relung kehidupan untuk
diceritakan pada generasi mendatang, sejarah itu tak akan hilang
bahkan akan tumbuh lagi seperti padi yang sedang merucuk bila mana
sang generasi tersebut mau mempelajarinya dan adanya dukungan para
penguasa.
Gemericik
air di tepian Danau Lut Tawar mengingatkan kita, Oh betapa sedihnya,
kini kita generasi tersebut hidup dalam era globalisasi, era dimana
kita enggan belajar dari masa lalu, era dimana kita merasa lebih baik
bila meniru budaya barat. Bukankah proklamator kita pernah berkata
”JAS MERAH” Jangan Lupakan Sejarah. Kini sejarah itu masih ada
pada kata bila kita mau menjaganya, namun bila kita lalai dalam
buaian modernisasi, sejarah itu akan menghilang, terhempas ketengah
Danau Lut Tawar atau menghilang bersamaan dengan hilangnya keasrian
di tepian Danau Lut Tawar.
Lot Kala 11 April 2015
Oleh
kelompok 9 KKN-PPM UGP-IV
tidak disebutkan profil dari Aman Sir, apakah dia seorang pejuang? petani? politikus? pahlawaan atau atlet? sehingga pembaca jadi bingung....
BalasHapus