Selasa, 14 April 2015

Selembar kisah dari datu Sir


                                       Selembar Kisah Dari Datu Sir

   Disore itu mentari benar-benar menunjukan ketampanannya, menghangatkan bumi, mencerahkan langit membakar semangat, walau pun usia tak lagi muda dan raga tak lagi sekuat dulu, namun hidup harus terus berjalan mengingatkan kita pada lelaki hebat yang bernama M. YAKUP atau akrab disapa dengan Datu Sir yang lahir pada tahun Wallahu A'lam Bissawab.
Awan Sir (M.Yakup Aman Sir)

   Langkah kaki yang tertatih nafas yang sedikit tersendat suaranya yang serak basah terdengar dari lantunan Adzan Datu Sir dikala menjelang waktu sholat. Dalam kesendirianya lelaki tua itu duduk sembari mengenang kehidupannya di saat muda, bercerita dalam kenangan, berusaha melawan lupa, betapa sedihnya dahulu ketika hidup di zaman penjajahan penduduk jepang, bersama sahabat yang telah mendahuluinya, mereka bekerja dengan sekuat tenaga, letih bukanlah hal yang baru bagi mereka, akan tetapi sistem rodi yang diterapkan jepang pada penduduk pribumi memaksa mereka bekerja dalam keletihan dan kepedihan tiada tara.

      Walaupun kehidupan di usia senjanya yang tak lagi sehangat mentari pagi, lelaki yang berusia se-abad itu tetap tersenyum menawan membawa kisah ketika terjadinya agresi I dan II yang dilakukan militer Belanda, bertahan hidup untuk mencari suatu arti kemerdekaan, atau gugur dalam buaian Ibu Pertiwi.

    Sawah yang menghijau dikala turunya hujan dan padi yang sedikit menguning bergerak melambai seiring dengan terpaan angin yang berhembus sepoi-sepoi mengingatkan Datu Sir pada seorang sahabat, istri, sanak dan saudara yang telah tiada, tiada lagi sahabat yang dulu hidup bersama, bercanda ria dan berjuang bersama, tiada lagi istri yang dulu menjadi tumpuan hati. Ya, kini semuanya telah tiada lagi, mereka telah pergi menemui Sang Ilahi. Tinggal lah seorang Datu Sir yang berjalan membawa sejarah dalam relung-relung kehidupan untuk diceritakan pada generasi mendatang, sejarah itu tak akan hilang bahkan akan tumbuh lagi seperti padi yang sedang merucuk bila mana sang generasi tersebut mau mempelajarinya dan adanya dukungan para penguasa.

     Gemericik air di tepian Danau Lut Tawar mengingatkan kita, Oh betapa sedihnya, kini kita generasi tersebut hidup dalam era globalisasi, era dimana kita enggan belajar dari masa lalu, era dimana kita merasa lebih baik bila meniru budaya barat. Bukankah proklamator kita pernah berkata ”JAS MERAH” Jangan Lupakan Sejarah. Kini sejarah itu masih ada pada kata bila kita mau menjaganya, namun bila kita lalai dalam buaian modernisasi, sejarah itu akan menghilang, terhempas ketengah Danau Lut Tawar atau menghilang bersamaan dengan hilangnya keasrian di tepian Danau Lut Tawar.

                                                                                              Lot Kala 11 April 2015
                                                                         Oleh kelompok 9 KKN-PPM UGP-IV



 
                                       

1 komentar:

  1. tidak disebutkan profil dari Aman Sir, apakah dia seorang pejuang? petani? politikus? pahlawaan atau atlet? sehingga pembaca jadi bingung....

    BalasHapus